dinding itu...
11:21 PM
Dinding itu....
Warnanya sudah tak secerah dulu ketika aku pertama kali menyekakan cat ke bagian-bagiannya, mengubah warnanya yang gelap itu menjadi biru muda. Aku berharap dapat memandang luasnya langit dalam kamarku lewat batas-batas haluannya. Hasilnya memang tak semanis para ahli cat dimanapun, namun aku puas dengannya. Ia meneduhkan hatiku, menyambutku setiap kali aku merasa kesepian. Dia masih sama kokohnya seperti dulu. Ia juga sama dinginnya seperti pertama kali aku menyentuhnya.
Diantara haluan-haluannya aku menyelipkan segala harapku ternyata. Wajahnya sudah tak seindah dulu, aku merusaknya dengan pensil ketika emosiku meledak. Ia juga tak sepolos dulu lagi, aku sudah membuatnya makin penuh dengan barang-barang milikku. Mungkin ia merasa sakit ketika paku beton itu menusuk haluannya, mungkin ia menangis ketika aku menghilangkan bagian dirinya lalu tersapu bersama sampah.
tapi..
Dinding itu tahu apa rahasiaku, ia tahu dengan amat sangat pasti apa yang aku lakukan. Yang bahkan aib yang tak bisa aku buka kepada banyak orang. Jika saja ia adalah tukang mengadu, maka ia sudah mengaduh saja ketika upilku aku leletkan kepadanya, atau ketika kutendang dia waktu ku marah. Dinding itu begitu setia, namun begitu durhaka pula. Ia setia kepadaku, diam seribu bahasa, berjanji apa yang ia dengar tak ia katakan kepada orang lain. Namun ia sangatlah durhaka ketika janji itu lenyap ditelan tipisnya dinding itu yang hanya satu bata saja, memungkinkan orang lain mendengar apa yang aku bicarakan, jika orang itu adalah penguping sejati.
Dinding itu, masih saja tegak berdiri disana. Ia masih saja kuat tertempa suaraku yang fals ketika aku sedang menyanyi didepan komputer dan begitu ia tak geli mendengarkan aku bercengkrama bersama benda kotak yang aku sebut handphone. Aku tahu ia bisa mendengarnya, didalam dirinya terdapat lapisan-lapisan micro khusus penyimpan ingatannya tentang apa yang ia ketahui diruangan ini. Jika ia tak sanggup, ia akan merontokkan tubuhnya menjadi remah-remah lalu ingatan yang sangat tak manusiawi itu pun lenyap menjadi debu bersama sampah.
Baru ketika aku menuliskannya, hatiku ingin berterimakasih kepada dinding ini. Terimakasih telah menemaniku dengan kokohnya. Meski kadang kau tak suka jika air hujan meresap dalam tubuhmu dan melenyapkan bagian ingatanmu itu. Meski kau juga mengeluh jika aku lupa memberimu cahaya. Terimakasih tak mengeluh dengan selotip-selotip yang menempel dihaluanmu, percayalah itu tanda sayangku, aku tahu itu bagian lukamu, bagian ingatanmu yang tersayat. Terimakasih tak melunturkan gaya isengku yang membuat tato di halianmu dengan cat poster berbentuk bunga itu. Sungguh terimakasih telah ada disampingku.
Dinding itu berwarna biru penuh kelu.....
Warnanya sudah tak secerah dulu ketika aku pertama kali menyekakan cat ke bagian-bagiannya, mengubah warnanya yang gelap itu menjadi biru muda. Aku berharap dapat memandang luasnya langit dalam kamarku lewat batas-batas haluannya. Hasilnya memang tak semanis para ahli cat dimanapun, namun aku puas dengannya. Ia meneduhkan hatiku, menyambutku setiap kali aku merasa kesepian. Dia masih sama kokohnya seperti dulu. Ia juga sama dinginnya seperti pertama kali aku menyentuhnya.
Diantara haluan-haluannya aku menyelipkan segala harapku ternyata. Wajahnya sudah tak seindah dulu, aku merusaknya dengan pensil ketika emosiku meledak. Ia juga tak sepolos dulu lagi, aku sudah membuatnya makin penuh dengan barang-barang milikku. Mungkin ia merasa sakit ketika paku beton itu menusuk haluannya, mungkin ia menangis ketika aku menghilangkan bagian dirinya lalu tersapu bersama sampah.
tapi..
Dinding itu tahu apa rahasiaku, ia tahu dengan amat sangat pasti apa yang aku lakukan. Yang bahkan aib yang tak bisa aku buka kepada banyak orang. Jika saja ia adalah tukang mengadu, maka ia sudah mengaduh saja ketika upilku aku leletkan kepadanya, atau ketika kutendang dia waktu ku marah. Dinding itu begitu setia, namun begitu durhaka pula. Ia setia kepadaku, diam seribu bahasa, berjanji apa yang ia dengar tak ia katakan kepada orang lain. Namun ia sangatlah durhaka ketika janji itu lenyap ditelan tipisnya dinding itu yang hanya satu bata saja, memungkinkan orang lain mendengar apa yang aku bicarakan, jika orang itu adalah penguping sejati.
Dinding itu, masih saja tegak berdiri disana. Ia masih saja kuat tertempa suaraku yang fals ketika aku sedang menyanyi didepan komputer dan begitu ia tak geli mendengarkan aku bercengkrama bersama benda kotak yang aku sebut handphone. Aku tahu ia bisa mendengarnya, didalam dirinya terdapat lapisan-lapisan micro khusus penyimpan ingatannya tentang apa yang ia ketahui diruangan ini. Jika ia tak sanggup, ia akan merontokkan tubuhnya menjadi remah-remah lalu ingatan yang sangat tak manusiawi itu pun lenyap menjadi debu bersama sampah.
Baru ketika aku menuliskannya, hatiku ingin berterimakasih kepada dinding ini. Terimakasih telah menemaniku dengan kokohnya. Meski kadang kau tak suka jika air hujan meresap dalam tubuhmu dan melenyapkan bagian ingatanmu itu. Meski kau juga mengeluh jika aku lupa memberimu cahaya. Terimakasih tak mengeluh dengan selotip-selotip yang menempel dihaluanmu, percayalah itu tanda sayangku, aku tahu itu bagian lukamu, bagian ingatanmu yang tersayat. Terimakasih tak melunturkan gaya isengku yang membuat tato di halianmu dengan cat poster berbentuk bunga itu. Sungguh terimakasih telah ada disampingku.
Dinding itu berwarna biru penuh kelu.....
10 comments
pertamaxx
ReplyDeletetembokku mbok dicatke nduk...
Sebuah jeritan hati seorang wanita tua yang merasakan kamarnya yang semakin beraroma terapi...
ReplyDelete*berapa taon ra mbok sapu??*
wes pirang-pirang taun mas..
ReplyDeletewkwkwkwk...
atmo said...
ReplyDeletepertamaxx
tembokku mbok dicatke nduk...
>>>>>>>>>>>>>>
wah bayar piro mas....larang lho
MURSID said...
ReplyDeleteSebuah jeritan hati seorang wanita tua yang merasakan kamarnya yang semakin beraroma terapi...
*berapa taon ra mbok sapu??*
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
wah sial...wanita tua,,, *lempar sendaaaaaaaaaaaaaal*
kapan ya terakir nyapu??? btw nyapu ki seng kepiye???
Eko HM said...
ReplyDeletewes pirang-pirang taun mas..
wkwkwkwk...
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
ekoooooooooooooo...sapu ko
kasihan tuh dinding seumpama bisa ngomong wis bengok2
ReplyDeletememang dinding sangat bermanfat kalau tak ada dinding kan kelihatan semua
ReplyDeleterudis said...
ReplyDeletekasihan tuh dinding seumpama bisa ngomong wis bengok2
>>>>>>>
tentunya...wkakakaakkkaa
yani said...
ReplyDeletememang dinding sangat bermanfat kalau tak ada dinding kan kelihatan semua
>>>>>>>>>>>>>>>>>>
iya kelihatan dah dari luar aku punya komputer...wakakaka