Peti Avara : Lentera Emas Kakek Potecci

7:21 PM

Setiap malam, Avara selalu merasa takut sendirian di kamarnya, orang tuanya mulai membiasakan gadis itu untuk tidur dikamarnya sendiri. Setiap malam Avara merasa sendirian, terkadang malah ia selalu merasa kamarnya yang remang-remang itu menakutkan dan diisi oleh monster-monster yang selalu mengintip diantara gelapnya malam.
Ia pun hanya bisa duduk di ranjang sambil memasang pandangan waspada sembari memeluk tubuhnya. Menatap berkeliling, memeriksa apakah ada benda asing yang muncul di kamarnya. Tiba-tiba pandangannya tertuju pada sebuah kotak di samping ranjangnya, berada diatas meja. Kotak itu adalah sebuah peti buatan kedua orang tuanya. Tadi pagi baru saja dibuat. Kotaknya cukup besar, sebesar kotak mie terbuat dari kayu.
Ayah yang membuatnya, menyatukan satu persatu potongan kayunya. Kata Ayah Avara, kotak ini bisa menyimpan banyak hal yang ingin disimpan, mainan, buku, manik-manik, pita-pita ataupun boneka. Ayah Avara juga berkata jika peti ini bisa menemani Avara saat malam-malam sepi sebelum tidur. Ibu Avara yang menghias peti itu dengan manik-manik disudutnya, mengecat warna coklat mengkilat. Pada tutup peti itu bertuliskan “Peti Avara” terbuat dari hiasan manik-manik bekas mainan Avara yang rusak. Ibu berkata jika semua hal yang ingin disimpan bisa disimpan meski tidak berupa bentuk aslinya.
Kedua orang tuanya membuat Peti Avara setelah malam sebelumnya gadis itu menangis tak hentinya dan lari ke kamar orang tuanya. Setelah Peti Avara jadi, mereka pun berpesan “Jika kamu merasa takut, bukalah peti ini dan ucapkan mantra rahasia –flafa teateara no avara-“

Dengan ragu-ragu Avara pun membuka peti nya. Degup jantungnya terasa semakin kencang, ia bertanya-tanya jangan-jangan monsternya bersembunyi di dalam peti ini. Tapi tangannya menggapai dan membuka tutup peti bertuliskan “peti avara”. Mata Avara terpejam sambil mengucapkan mantra “flafa teateara no Avara”.
Seketika sekelebat cahaya lewat, warna warni, lama kelamaan semakin banyak dan menyelubungi dirinya. Sedetik kemudian ia sudah berada di tempat lain, ditengah hutan. Avara bingung dimanakah dirinya. Ia sudah berada di tengah hutan.
Samar-samar ia mendengar suara, berirama, terdengar cukup dekat. Avara kemudian berfikir mungkin ia tidak sendirian di tengah hutan ini, atau hei mungkin saja orang di sana bisa memberi tahu dimana ini sebenarnya. Dengan sedikit rasa takut ia pun melangkah mendekati asal suara tersebut. Hutan ini sangat indah sebenarnya, Avara dapat menemukan berbagai bunga-bunga perdu cantik di sepanjang jalan mencari asal suara.
Lalu, ia melihat sesosok manusia. Ia tengah menebas batang pohon yang telah rubuh. Seorang bapak tua sedang berusaha memisahkan bongkahan batang pohon itu. Entah mengapa Avara merasa tidak takut untuk mendekatinya. Tapi ia sudah ada di dekat bapak itu. Bapak tua itu berhenti mengerjakan pekerjaannya, lalu menoleh kearah Avara, gadis itu disambut senyum ramah kakek Potecci. “Kamu tersesat nak?” Tanya kakek Potecci.
“Iya…aku aku tak tahu ini dimana” kata Avara sedikit takut.
“Duduklah disana” kata kakek itu sambil menunjuk sudut batang pohon terjauh dari tempat Avara berdiri. Avara pun duduk di sana. “Lihatlah nak, hutan ini indah bukan?” Tanya Kakek Potecci dan dijawab dengan anggukan Avara. “Namaku Potecci, orang-orang sering memanggilku Kakek Potecci” kata sang kakek tanpa melepaskan senyumnya.
“Hutan apa ini kek?” Tanya Avara
“Ah, ini hutan Taedusc.” Jawab kakek Potecci. Lega rasanya mengetahui nama hutan ini. “Maukah kamu menemaniku menebang batang pohon ini nak? Nanti akan aku tunjukkan jalan kamu pulang” kata Kakek Potecci. Avara hanya mengangguk saja dan sang kakek pun melanjutkan kegiatannya. “Tahukah kamu nak, di sini banyak sekali yang tersesat, tapi kamu tak perlu takut. Nanti akan aku berikan kamu sesuatu yang akan membuatmu tidak takut.”
Avara kemudian menunggu dengan sang kakek melakukan pekerjaannya hingga larut dan cahaya mulai menghilang perlahan. Tiba-tiba kakek Potecci mengeluarkan sesuatu dari balik gerobak mungil yang ada di depan Avara. Cahaya pun muncul menerangi tempat Avara dan Kakek Potecci berdiri. “Dengan ini kita tak akan takut akan gelap” kata Kakek Potecci.
“woaah… apa itu kek?” Tanya Avara yang mengagumi sesuatu berwarna emas berpijar dengan kaca disekelilingnya.
“Ini namanya lentera” kata Kakek Potecci, “lentera ini akan menemani kita sampai kakek selesai mengumpulkan kayu-kayu ini”
Sebenarnya Avara sangat takut dengan gelap, gelap selalu membuat dia berfikir mengenai monster. Suasananya semakin mirip dengan kamarnya, ia dapat mendengar banyak sekali suara asing. Sesungguhnya Avara ingin lari dari tempat itu, karena ia dapat mendengar gemeresak aneh yang berada disekelilingnya. Tapi ia ingat, ayah dan ibunya selalu berpesan untuk selalu menepati janji kepada semua orang.
Dan karena ia sudah berjanji untuk tetap menemani sang kakek sampai pekerjaannya selesai. Duduk di sana, dengan tenang sembari memandangi lentera emas milik Kakek potecci yang menenangkan.
Lama kelamaan Avara juga merasa bosan. Tapi janji adalah janji, jadi Avara pun harus tetap menepatinya. Tiba-tiba suara kapak kakek Potecci berhenti. “Nak, bantu kakek mengumpulkan kayu-kayu ini, masukkan kedalam gerobak ya” kata kakek Potecci ditengah kelelahannya.
Sebenarnya Avara kesal, ia harus menunggu sangat lama hingga matahari pun hilang dan sekarang harus membantu sang kakek memasukkan batang kayu ini. Akhirnya Avara pun membantu sang kakek Potecci memasukan semua kayu itu.
“kamu hebat nak, mau dengan sabar menunggu kakek yang lambat ini bekerja, menepati janjimu dan membantu memasukkan semua kayu-kayu ini. Maka seperti janji Kakek Potecci, maka kakek akan memberikan kamu sesuatu, sesuatu yang akan membuatmu kembali. Ssssst …ini tidak akan kakek berikan kepada sembarang orang ya. Benda ini sangat berharga…sangat” kata sang kakek.
Sang kakek mendekatkan lentera emasnya “Ini, lentera emas ini kakek wariskan kepadamu. Ini akan membuatmu kembali” kata kakek Potecci sambil menyerahkan lentera emasnya pada Avara. “Nah, berjalanlah lurus bersama lentera ini maka kamu akan menemukan jalan pulang. Terimakasih atas bantuanmu ya nak” kata sang kakek yang kemudian mendorong gerobaknya menjauh.
Avara tak ada pilihan lain, ia pun berjalan lurus dan semakin menjauh dari sang kakek. Ia sama sekali tidak merasakan takut lagi ketiak bersama lentera emas Kakek Potecci. Sedetik kemudian cahaya yang tadi membawa Avara ke hutan ini dating lagi, kemudian ia sudah ada di kamarnya bersama lentera emas Kakek Potecci yang diwariskan kepada Avara.
Avara pun senang mendapati ia kembali ke kamar dengan lentera emas Kakek Potecci yang indah berkat kesabaran dan kemauan menepati janjinya. Diletakkannya lentera itu di dalam Peti Avara dan segera menelusup dalam selimut. Avara kini dapat tidur dengan tenang karena lentera itu menjaganya.



You Might Also Like

2 comments

Powered by Blogger.

Press